Wednesday, May 7, 2008

PERPUSTAKAAN MADRASAH DI ERA DIGITAL

Pembina Perpustakaan MAN 3 Palembang
Mei 2008

Islam memandang pendidikan sebagai proses yang terkait dengan upaya mempersiapkan manusia untuk mampu memikul taklif (tugas hidup) sebagai khalifah di muka bumi. Untuk maksud tersebut, manusia diciptakan lengkap dengan potensinya berupa akal dan kemampuan belajar. Jalan untuk dapat beribadah, menjadi berbudaya, dan memakmurkan bumi guna melaksanakan tugas hidup dari Allah adalah ilmu dan pengetahuan yang dijiwai dengan iman.
Dalam sejarah umat Islam, pendidikan berjalan sebagai sarana untuk menyampaikan petunjuk dan kebaikan kepada individu, masyarakat dan seluruh umat manusia. Dalam proses tersebut, Rasulullah adalah guru yang pertama:

Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata (QS. Al-Jumuah, 62:2).

Pengembangan Madrasah berangkat dari nilai-nilai filosofis, normatif, religius, serta sejarah panjang perjalanan madrasah di Indonesia. Lingkungan strategis bangsa juga mempengaruhi arah pengembangan madrasah. Dengan terjadinya globalisasi, cita ideal “warga Negara” yang baik perlu diperluas menjadi “warga dunia” yang baik sekaligus menjadi hamba dan khalifah Allah swt yang baik.
Sampai saat ini madrasah dalam konteks kebangsaan Indonesia tetap menunjukkan eksistensi dan keberperanannya secara konkrit dan nyata dalam multi dimensi peran dan statusnya. Di dalam madrasah, sekurang-kurangnya terkandung tiga dimensi peran dan status. Status utama dan pertamanya adalah keberadaannya sebagai institusi edukasi. Sedangkan peran lainnya adalah sebagai institusi dakwah, dan ketiga, dengan berirama mengikuti masyarakat, madrasah juga telah mengambil peran-peran kemasyarakatan lainnya sebagai institusi ekonomi, budaya, politik dan institusi pengembangan masyarakat lainnya.
Armal Arief menyimpulkan dalam Pembaharuan Islam di Indonesia bahwa pendidikan Islam tidak hanya memberikan janji moral, tetapi juga harus memenuhi janji professional. Dengan kata lain bahwa janji moral ditempuh dengan belajar mata pelajaran agama seperti aqidah-akhlak, fiqh, sejarah kebudayaan islam, tafsir, ushul fiqh, ilmu hadits, dan sebagainya, sedang terpenuhinya janji professional melalui mata pelajaran matematika, fisika, kimia, biologi, ekonomi dan lain-lain.
Dengan demikian bahwa madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan islam tidak hanya memberikan pengajaran dalam bidang agama saja, tapi juga harus memberikan pengajaran bidang umum. Sehingga diharapkan para lulusannya bisa beradaptasi dengan perkembangan masyarakat sekitarnya, atau paling tidak mereka bisa melanjutkan ke lembaga pendidikan umum lainnya dengan tidak ada kesulitan dalam mengikuti pelajaran-pelajaran ilmu umum di sekolah lanjutan tersebut.
Perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat membuat Madrasah sebagai institusi pendidikan harus sanggup merespon kemajuan ini dengan menerapkan pola yang fleksibel, terbuka, mudah dan relatif sederhana serta tidak berbatas waktu secara ketat. Pola seperti ini tidak akan berkembang jika tidak didukung oleh adanya perpustakaan sebagai sumber belajar yang sangat urgen. Dengan tersedianya perpustakaan yang memadai dan ditunjang dengan tenaga pustakawan dan subject specialist yang handal diharapkan kendala proses belajar menengajar yang tidak/kurang maksimal dapat diperkecil dan mudah-mudahan dapat diatasi.
Keterkaitan antara pendidikan islam dan perpustakaan telah terjadi dari sejak lama. Perpustakaan di dunia Islam mulai terjadi pada masa kekuasaan Bani Umayyah, Dari kebiasaan mencatat yang kemudian berkembang menjadi catatan yang terkumpul sebagai buku/kitab. Pertumbuhan yang sangat cepat dari pencatatan-pencatatan tersebut melahirkan kumpulan-kumpulan koleksi yang kemudian dapat dikatakan sebagai perpustakaan. Sultan menyediakan sarana dan prasarana bagi pemburu ilmu dengan sangat memadai, sehingga seluruh hidup ilmuwan dapat dicurahkan untuk berguru, mencatat, meneliti di bidang ilmu yang diminati.
Perpustakaan dalam sejarah Islam memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai tempat mencari bahan referensi bagi para penuntut ilmu di berbagai tingkat pendidikan, bahan kajian bagi para intelektual, pusat penyimpanan buku dan manuskrip berharga karya para ilmuwan dan sebagai tempat pertemuan untuk kepentingan diskusi ilmiah dan debat intelektual.
Tetapi, menurut kajian sementara bahwa perpustakaan yang berada di lingkungan madrasah masih cukup memprihatinkan, maka pada kesempatan ini diperlukan pembenahan terhadap kekuatan perpustakaan madrasah yang sekarang. Salah satu kekuatan yang paling mutlak ada bagi perpustakaan madrasah adalah tersedianya perpustakaan yang baik sebagai basis atau sumber belajar bagi para siswa dan civitas madrasah lainnya.
Salah satu kondisi yang dapat menjadikan perpustakaan madrasah sebagai basis atau sumber belajar adalah kekuatan dalam koleksi yang dimilikinya. Perpustakaan yang baik harus sanggup dan bisa mengejar kemajuan dan keberagaman informasi yang ada di masyarakat. Hal ini tentunya harus didukung oleh banyak faktor, diantaranya dana dan sdm.
Kebutuhan akan jenis koleksi yang semakin beragam adalah didasari pada perkembangan teknologi informasi dan kaitannya dengan keberhasilan pembelajaran siswa. Bagaimana teknologi yang ada dapat meningkatkan kualitas dan keleluasaan belajar bagi siswa dalam upaya mencapai keberhasilan belajar, yaitu peningkatan kemampuan, pengetahuan dan prestasi.
Proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah proses komunikasi. Yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran atau media tertentu ke penerima pesan; salurannya media pendidikan dan penerima pesannya adalah siswa dan juga guru.
Dalam proses komunikasi tersebut seringkali ditemui beberapa faktor yang menjadi penghambat atau penghalang yang dikenal dengan istilah barriers atau noises. Kita kenal adanya hambatan psikologis, seperti misalnya minat, sikap, pendapat, kepercayaan, intelegensi, pengetahuan dan hambatan fisik seperti misalnya kelelahan, sakit, keterbatasan daya indra dan cacat tubuh. Siswa yang senang terhadap mata pelajaran, topic serta gurunya tentu lain hasil belajarnya dibandingkan dengan yang benci atau tidak menyukai semua.
Dua jenis hambatan yang lain adalah hambatan kultural seperti misalnya perbedaan adat istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan, dan nilai-nilai panutan; dan hambatan lingkungan, yaitu hambatan yang ditimbulkan oleh situasi dan kondisi sekitar. Perbedaan adat istiadat, norma-norma social dan kepercayaan kadang-kadang menjadi sumber salah paham.
Media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar dapat menyalurkan pesan dapat membantu mengatasi jenis hambatan dengan pemanfaatan media pembelajaran yang telah dikembangkan secara spesifik dan terencana dalam suatu desain media.
Para ahli telah bersepakat bahwa media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang dalam gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya.
Alasan penggunaan media pembelajaran dalam mempertinggi hasil belajar siswa adalah berkenaan dengan taraf berpikir siswa. Taraf berpikir manusia mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir konkret menuju ke berpikir abstrak, dimulai dari berpikir sederhana menuju berpikir kompleks. Penggunaan media pendidikan erat kaitannya dengan tahapan berpikir tersebut, sebab melalui media pendidikan hal-hal abstrak dapat dikonkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan.
Media pendidikan memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
1. Media pendidikan dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik. Pengalaman setiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari factor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pendidikan dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke objek langsung yang dipelajari, maka obyek-nyalah yang dibawa ke peserta didik. Objek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniature, model maupun bentuk gambar-gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
2. Media pendidikan dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu objek, yang disebabkan, karena “ (a) objek terlalu besar; (b) objek terlalu kecil; (c) objek yang bergerak terlalu lambat; (d) objek yang bergerak terlalu cepat; (e) objek yang terlalu kompleks; (f) objek yang bunyinya terlalu halus; (g) objek yang berbahaya dan mengandung resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua oebjek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
3. Media pendidikan memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya
4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis
6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru
7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar
8. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan yang abstrak
Jenis-jenis media pendidikan/pembelajaran, yaitu :
1. Media visual: grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
2. Media audial: radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
3. Projected still media: slide, ober head projector (OHP), in focus, dan sejenisnya
4. Projected motion media: film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya
Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion media bisa dilakukan secara bersama dan serentak melalui satu alat saja yang disebut Multi Media. Contoh : dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif.
Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Disebabkan oleh semua keunggulan media pendidikan tersebut, menyebabkan pembuatan media pendidikan serupa semakin intens, ini menjadikan kebutuhan akan pengorganisasian informasi digital yang sistematis; dan ini adalah awal dari satu bentuk perpustakaan yang baru, yaitu Perpustakaan Digital/Digital Library.
Noerachman Saleh, konsultan dokumen Astragraphia menjelaskan bahwa kebutuhan akan e-document di masa kini sudah tidak terelakkan lagi. “Orang lebih suka menyimpan data secara elektronik sebab pengolahannya lebih mudah. Selain itu problem sampah kertas dan keterbatasan tempat penyimpanan juga menjadi alasan tersendiri”, jelas Noer dalam sebuah seminar di Tasikmalaya Rabu petang (3/4, 2002).
Pada saat ini ada dua jenis perpustakaan digital yang dikenal, yang pertama diwakili oleh Digital Library yang berupa kumpulan informasi digital yang berbentuk teks atau electronic book dan dapat diakses melalui internet; sedangkan jenis perpustakaan digital yang lain adalah ADL-Warung Ilmu (Astomo Digital Library) berupa kumpulan CD interaktif dalam satu server dan dapat diakses oleh beberapa client dalam waktu yang bersamaan, serta hanya menggunakan LAN (Local Area Network).
Perbedaan yang nyata antara Digital Library yang memiliki akses Internet dengan ADL adalah pada jenis informasi yang dicoba disampaikan, GDL berupa kumpulan teks-ebook, sedangkan ADL adalah kumpulan CD interaktif.
ADL lebih berupa kumpulan CD pembelajaran multi media yang memiliki keunggulan sebagai berikut :
• Menyenangkan bagi pengguna
• Interaktif multi media dengan gambar
• Suara demo panduan dengan iringan musik
• Dapat diulangi sesuka hati sehingga dapat dimengerti
• Bahasa pengantar menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Asing
Pembentukan ADL lebih didasari oleh kelemahan dari CD interaktif yang terdapat di pasaran, seperti :
• CD orisinal bisa rusak; hilang atau tergores
• Penggunaan CD orisinal hanya bisa dilakukan dengan satu CD untuk satu computer, sehingga membatasi penggunaannya
• CD orisinal dilindungi UU Hak Cipta, sehingga tidak bisa digandakan secara sembarangan
Kelemahan ini dicoba diatasi dengan pola ADL-Warung Ilmu yang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya :
• CD orisinal hanya dijadikan sebagai bahan referensi dan disimpan
• Tidak melakukan duplikasi CD
• Menjalankan CD interaktif tanpa bentuk fisik CD, sehingga bisa berjalan lebih cepat
• Memiliki catalog CD
Lebih jauh lagi, Astomo Aswibowo sebagai pendiri ADL-Warung Ilmu mendefinisikan sebagai berikut :
1. ADL-Warung Ilmu adalah aktualisasi knowledge management dalam bentuk CD Interaktif Multimedia menjadi CD Multi User tanpa CD dan CD ROM dalam jaringan computer
2. Wahana Edukatif Mandiri yang disajikan secara otodidak dalam bentuk modul simulasi dan audio visual interaktif yang dipandu oleh virtual tutor secara professional (Astomo Aswibowo, 2003)
ADL-Warung Ilmu bagi Perpustakaan setingkat Play Group sampai SLTA merupakan bentuk perpustakaan digital yang sangat tepat, selain karena media aksesnya berupa LAN dan tidak menggunakan Internet; juga karena dalam tingkat pendidikan tersebut, siswa masih dalam tahap mencari pemahaman akan ilmu pengetahuan dan memerlukan panduan yang benar, jelas dan tepat dalam upaya menyamakan persepsi terhadap suatu permasalahan / subjek yang abstrak. Selain itu, fasilitas untuk mengulangi subjek yang sama secara berkali-kali memberikan kesempatan bagi siswa untuk dapat memahami pelajaran yang berkaitan dengan subjek tersebut, sesuai dengan 8 (delapan) fungsi media pendidikan tersebut diatas.
Kegunaan dari ADL bagi perpustakaan madrasah sangat besar, diantaranya dapat memberikan pemahaman yang lengkap akan pelajaran yang berkaitan dengan keislaman, seperti pelajaran bahasa arab, tajwid, cara berwudhu, cara sholat, tata cara menunaikan ibadah haji, dll yang memerlukan peragaan dan keakuratan yang sangat tinggi.
Dengan solusi yang ditawarkan oleh ADL, maka penyediaan CD interaktif menjadi jauh lebih murah dengan tingkat pengaksesan yang maksimal sekaligus menyediakan media pembelajaran alternatif bagi siswa.



Daftar Pustaka:

Aly, Hery Noer. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska Agung Insani, 2000.
Akbar, Reni. Akselerasi: A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: Grasindo, 2004.
Aswibowo, Astomo. Proposal ADL-Warung Ilmu. Jakarta, 2005.
Buchori, Mochtar. Transformasi Pendidikan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2001
Dirjen Bagais Depag RI. Pedoman Standar Pelayanan Minimal Madrasah Aliyah. Jakarta: Departemen Agama RI.
Mudyahardjo, Redja. Pengantar Pendidikan: Sebuah Study Awal Tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Raja Graphindo, 2002.
Poster, Cyril. Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul. Jakarta : Lembaga Indonesia Adidaya, 2000.
Rose, Colin & Nicholi, Malcolm J. Accelerated Learning for the 21 Century. Bandung: Nuansa Cendekia, 2002,
Supriyanto. Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan. Jakarta: IPI Pengda DKI, 2006.
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2001.
Yunus, Mahmud. Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran: Hasil Kuliah pada IAIN Jakarta. Jakarta: Hidakarya Agung.
.

Wednesday, April 23, 2008

Kontroversi Dewi P...

Pencekalan demi pencekalan yang menimpa diri adinda Dewi P... membuat aku merasa miris dan merasa ingin berkomentar juga.

Adinda, sesuai dengan kata pepatah yang mengatakan "tiada asap apabila tiada api" itu benar adanya honey. Aku salut dengan kemandirian dan keteguhan adinda memegang prinsip hidup dinda, tapi honey... kita hidup di dunia ini tidak sendirian, kita memiliki kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat, kebebasan bertindak (seperti yang selama ini selalu adinda utarakan)... itu benar, tapi honey, kebebasan kita selalu berbenturan dengan kebebasan orang lain, karena setiap orang memiliki hak kebebasan yang sama; maka dari itu, dibentuklah suatu negara yang menjamin kebebasan setiap warga negara-nya secara bertanggungjawab dan dipayungi hukum.

Jadi, apabila telah banyak orang yang menegur adinda, kita harus berpikir dan jujur pada hati nurani, kok banyak sekali orang yang menegur saya...mungkin pendapat orang lain itu memang benar adanya....

Coba tolong sayang, merenunglah, identifikasi setiap teguran yang mampir ke alamat adinda, pahami dan resapi dengan kepala dingin, tanpa disertai emosi...niscaya adinda akan menemukan jawaban yang muncul dari nurani adinda sendiri.

Agama adalah rem yang paling pakem honey... coba telaah lagi ayat-ayat yang ada mengenai perempuan... "Sesungguhnya tidaklah seorang perempuan keluar rumah, kecuali telah dihias-hiasi oleh syeitan" kurang lebih seperti itu pemahaman yang aku dapat.

Tolong honey, dipikirkan lagi, dan tanggalkan sikap arogan-mu, tundukkan sedikit kepala-mu, janganlah engkau berjalan di bumi Allah dengan sombong, karena sesungguhnya Allah Maha Kaya dan Maha Kuasa.

Bercerminlah pada hati dan pengalaman religius-mu selama ini...

Luv ya,

Saturday, April 5, 2008

film "fitna"

Hmmm...nonton film fitna bikin trenyuh, tidak semua hal bisa dilihat hanya separuh-separuh. Yang ditayangkan di film fitna itu jelas-jelas merupakan provokasi dari pembuatnya untuk "mencoba", aku tekankan "mencoba" menghasut dan mempengaruhi opini dunia terhadap islam sesuai dengan cara pandang dia pribadi.

Bagi orang-orang muslim terpelajar, tolong jangan membalas hal ini dengan cara anarkis, balas dengan cara yang elegan...mengetengahkan keberhasilan seorang muslim, cinta, kasih sayang, dan semua hal yang mencerminkan keagungan akhlak orang islam sejati.

Balas propaganda dengan propaganda, biar hati panas...tapi kepala harus tetap dingin...
Subhanallah...

Sunday, March 30, 2008

ayat-ayat cinta

Ada komentar yang agak "lain" mengenai film Ayat-ayat Cinta, ini ku dapatkan dari obrolan ringan dengan kawan2, yaitu "poligami". Sembari bergurau, kawan2 mengemukakan pendapat bahwa Aisha adalah seorang perempuan yang sangat sholihah dan baik yang mengizinkan suaminya dimiliki oleh perempuan "lain" secara syah.

Dari sudut pandangan aku pribadi, aku merasa film Ayat-ayat Cinta (yang endingnya tidak sama dengan cerita di buku aslinya) selain dari niat awal penulis skenario dan produser (entah apapun itu), adalah salah satu sarana untuk memasyarakatkan wacana "poligami". Terserah anda menilai pandangan aku salah atau tidak...

Setelah aku menonton film-nya, makin aku yakin...bahwa sesungguhnya TIDAK ADA perempuan dimanapun dan siapapun yang sanggup dan mampu di-dua-kan oleh suaminya. Se-kuat2nya perempuan, se-sholih-nya dia, selalu ada kala dimana ia meradang, merana, menangis, menjerit, dan merasa tidak kuat dan tidak sanggup menjalani kehidupan yang sedang dia jalani.

Poligami menambah permalahan menjadi sangat panjang, mulai dari persoalan anak, nafkah lahir dan bathin, rasa keadilan, kecemburuan, rasa diremehkan. disepelekan, sampai permasalahan ruwetnya pembagian warisan.

Benar, poligami dibenarkan oleh Allah, diperbolehkan, diizinkan, asal bisa ADIL. Jadi, pertanyaan yang harus dilontarkan pada setiap kaum Adam yang ingin melakukan poligami adalah.... apakah kamu sanggup bersikap ADIL? dan apakah sebenarnya definisi dari kata adil itu...apakah kamu mengerti dan pahami kata adil secara benar??? Menurutku, apabila benar seseorang menyelami makna dan paham benar arti kata ADIL, maka tidak akan ada seorangpun yang akan sanggup mengambil keputusan untuk ber-POLIGAMI.

Satu hal yang harus dipahami dari cerita film Ayat-ayat Cinta adalah....Film itu berhenti pada saat tokoh Maria meninggal dunia, artinya.... terserah pendapat pembaca.